Dalam satu kesempatan usai shalat berjamaah di masjid, Rasulullah yang baru sembuh dari sakit berdiri di depan jamaahnya dan berkata, “Duhai sahabat, kalian tahu umurku tak akan lagi panjang, Siapakah di antara kalian yang pernah merasa teraniaya oleh si lemah ini? bangkitlah sekarang untuk mengambil kisas, jangan kau tunggu hingga kiamat menjelang, karena sekarang itu lebih baik”. Semua yang hadir terdiam, semua mata menatap lekat Nabi yang terlihat lemah. Tak akan pernah ada dalam benak mereka perilaku Nabi yang terlihat janggal. Apapun yang dilakukan Nabi, selalu saja indah. Segala hal yang diperintahkannya, selalu membuihkan bening saripati cinta. Tak akan rela sampai kapanpun, ada yang menyentuhnya meski hanya secuil jari kaki. Apapun akan digadaikan untuk membela Al-Musthafa.
Melihat semua terdiam, Nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah ‘Ukasyah Ibnu Muhsin. “Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku” ucap ‘Ukasyah.
Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin cambuk yang dibawanya itu melecut tubuh Nabi yang baru saja sembuh.
Abu Bakar dan Umar bin Khattab maju ke depan dan berkata kepada Ukasyah, “Deralah kami sesukamu, pilihlah bagian mana saja yang kau inginkan. Jangan sekali-kali kau pukul Rasul…” Namun Rasulullah meminta keduanya duduk kembali dan membiarkan Ukasyah melanjutkan. Begitu pun ketika Ali bin Abi Thalib berdiri dan mengajukan dirinya untuk dikisas menggantikan baginda Nabi.
Ketika Rasulullah membuka gamisnya, maka terlihatlah tubuh indah nan mulia milik lelaki pilihan itu. Saat itulah Ukasyah membuang cambuk di tangannya dan melompat memeluk tubuh mulia itu. “Siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka”. Dengan tersenyum, Nabi berkata: “Ketahuilah duhai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini”. Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah…
Melihat semua terdiam, Nabi mengulangi lagi ucapannya, kali ini suaranya terdengar lebih keras. Masih saja para sahabat duduk tenang. Hingga ucapan yang ketiga kali, seorang laki-laki berdiri menuju Nabi. Dialah ‘Ukasyah Ibnu Muhsin. “Ya Rasul Allah, dulu aku pernah bersamamu di perang Badar. Untaku dan untamu berdampingan, dan aku pun menghampirimu agar dapat menciummu, duhai kekasih Allah, saat itu engkau melecutkan cambuk kepada untamu agar dapat berjalan lebih cepat, namun sesungguhnya engkau memukul lambung samping ku” ucap ‘Ukasyah.
Mendengar ini Nabi pun menyuruh Bilal mengambil cambuk di rumah putrinya, Fatimah. Tampak keengganan menggelayuti Bilal, langkahnya terayun begitu berat, ingin sekali ia menolak perintah tersebut. Ia tidak ingin cambuk yang dibawanya itu melecut tubuh Nabi yang baru saja sembuh.
Abu Bakar dan Umar bin Khattab maju ke depan dan berkata kepada Ukasyah, “Deralah kami sesukamu, pilihlah bagian mana saja yang kau inginkan. Jangan sekali-kali kau pukul Rasul…” Namun Rasulullah meminta keduanya duduk kembali dan membiarkan Ukasyah melanjutkan. Begitu pun ketika Ali bin Abi Thalib berdiri dan mengajukan dirinya untuk dikisas menggantikan baginda Nabi.
Ketika Rasulullah membuka gamisnya, maka terlihatlah tubuh indah nan mulia milik lelaki pilihan itu. Saat itulah Ukasyah membuang cambuk di tangannya dan melompat memeluk tubuh mulia itu. “Siapakah yang sampai hati mengkisas manusia indah sepertimu. Aku hanya berharap tubuhku melekat dengan tubuhmu hingga Allah dengan keistimewaan ini menjagaku dari sentuhan api neraka”. Dengan tersenyum, Nabi berkata: “Ketahuilah duhai manusia, siapa yang ingin melihat penduduk surga, maka lihatlah pribadi lelaki ini”. Ukasyah langsung tersungkur dan bersujud memuji Allah…
Selengkapnya → Cinta Ukasyah (Ookasyah) untuk Sang Rasul