Instalasi :
Note : Jika agan tidak mengikuti step diatas dgn benar init.d tidak akan aktif.
Selengkapnya → Cara dan Tutorial Aktifasi Universal init.d
Home » All posts
Diposting oleh Okaza on Rabu, 23 Oktober 2013
Note : Jika agan tidak mengikuti step diatas dgn benar init.d tidak akan aktif.
Diposting oleh Okaza on Rabu, 16 Oktober 2013
Diposting oleh Okaza on Minggu, 06 Oktober 2013
Seorang sahabat kemarin bercurhat kepada saya, dia punya kawan yang katanya sudah sampai dan tinggi tasawufnya. sebenarnya saya juga gak paham apa maksudnya sudah sampai .. edannya lagi saking tingginya yang dia pahami , syariat shalat di tinggalkan, karna dia sdh dalam ma"rifatnya. dia berujar, kalau kamu belum sampai ilmunya jgn sekali-kali bilang sesat atau kafir,
nah, yang kayak begini nih orang sudah nyaris atau bahkan kehilangan akal sehatnya. kalau semua orang memahami seperti ini cahaya islam akan tambah redup, tempat2 ibadah sudah tidak ada lagi fungsinya jangan2 ramadhan tidak pernah puasa, heedeewww...siap2lah jadi orang yang di makan zaman
Dalam tradisi tasawuf, semakin seseorang naik derajat ma'rifatnya semakin ketat dan disiplin syariatnya. Sebab semakin mengenal Allah, semakin mengenal rahasia syariat dan agungnya perintah Allah di balik syariat.
Kalau ada yang ma'rifat lalu meninggalkan syariat, pasti keblinger, dan itu bukan sufi juga bukan ajaran Islam, apa pun namanya. Mereka biasanya berpandangan bahwa syariat adalah Jalan menuju Hakikat, kalau sudah sampai hakikat untuk apa bersyariat ? Nah, di sinilah keblingernya. Syariat itu bukan jalan menuju hakikat. Tetapi bersyariat itu adalah menjalankan perintah dari Yang Maha Hakiki, Allah Rabbul 'Izzah. Jika ia ma'rifat lalu meninggalkan syariat, berarti ia tidak ma'rifat kepada Allah, tapi ma'rifat kepada jin dan syetan, serta hawa nafsunya sendiri, walaupun perilakunya kelihatan bagus dan lembut serta memilki dimensi ghoib yang tinggi misalnya. Tapi tipudaya itu bisa kelihatan lembut dan bisa kasar, bisa hebat dan bisa membuat orang tersihir. apalagi dia ngaku2 pernah berkunjung ke surga dan neraka sekalian ngobrol2 ama malaikat
Mungkin saja dia beralasan, saya juga menjalankan perintah shalat tetapi shalat saya berbeda dengan shalatnya orang awam yang lima waktu itu. Shalat saya adalah shalat hakikat tidak perlu berbunyi dan bergerak dan berkata-kata.
Nah, ia tidak menyadari betapa lemah dirinya. Orang ma'rifat kok merasa bisa shalat, ini jadi janggal. Sejak zaman Nabi sampai besok kiamat, teknis dan tata cara shalat tetap sama. Selama manusia masih memilki kesadaran ruang, waktu, dimensi, arah dan akalnya sehat, masih wajib shalat. Yang tidak wajib shalat orang gila, orang tidur, orang lupa, anak kecil yang belum baligh
Diposting oleh Okaza on Sabtu, 05 Oktober 2013
Tak selamanya Abu Nawas bersikap konyol. Kadang-kadang timbul kedalaman hatinya yang merupakan bukti kesufian dirinya. Bila sedang dalam kesempatan mengajar, ia akan memberikan jawaban-jawaban yang berbobot sekalipun ia tetap menyampaikannya dengan ringan.
Seorang murid Abu Nawas ada yang sering mengajukan macam-macam pertanyaan. Tak jarang ia juga mengomentari ucapan-ucapan Abu Nawas jika sedang memperbincangkan sesuatu. Ini terjadi saat Abu Nawas menerima tiga orang tamu yang mengajukan beberapa pertanyaan kepada Abu Nawas.
"Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?" ujar orang yang pertama.
"Orang yang mengerjakan dosa kecil," jawab Abu Nawas.
"Mengapa begitu," kata orang pertama mengejar.
"Sebab dosa kecil lebih mudah diampuni oleh Allah," ujar Abu Nawas. Orang pertama itupun manggut-manggut sangat puas dengan jawaban Abu Nawas.
Giliran orang kedua maju. Ia ternyata mengajukan pertanyaan yang sama, "Manakah yang lebih utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?" tanyanya.
"Yang utama adalah orang yang tidak mengerjakan keduanya," ujar Abu Nawas.
"Mengapa demikian?" tanya orang kedua lagi.
"Dengan tidak mengerjakan keduanya, tentu pengampunan Allah sudah tidak diperlukan lagi," ujar Abu Nawas santai. Orang kedua itupun manggut-manggut menerima jawaban Abu Nawas dalam hatinya.
Orang ketiga pun maju, pertanyaannya pun juga seratus persen sama. "Manakah yang lebin utama, orang yang mengerjakan dosa-dosa besar atau orang yang mengerjakan dosa-dosa kecil?" tanyanya.
"Orang yang mengerjakan dosa besar lebih utama," ujar Abu Nawas.
"Mengapa bisa begitu?" tanya orang ktiga itu lagi.
"Sebab pengampunan Allah kepada hamba-Nya sebanding dengan besarnya dosa hamba-Nya," ujar Abu Nawas kalem. Orang ketiga itupun merasa puas argumen tersebut. Ketiga orang itupun lalu beranjak pergi.
***
Si murid yang suka bertanya kontan berujar mendengar kejadian itu. "Mengapa pertanyaan yang sama bisa menghasilkan tiga jawaban yang berbeda," katanya tidak mengerti.
Abu Nawas tersenyum. "Manusia itu terbagi atas tiga tingkatan, tingkatan mata, tingkatan otak dan tingkatan hati," jawab Abu Nawas.
"Apakah tingkatan mata itu?" tanya si murid.
"Seorang anak kecil yang melihat bintang di langit, ia akan menyebut bintang itu kecil karena itulah yang tampak dimatanya," jawab Abu Nawas memberi perumpamaan.
"Lalu apakah tingkatan otak itu?" tanya si murid lagi.
"Orang pandai yang melihat bintang di langit, ia akan mengatakan bahwa bintang itu besar karena ia memiliki pengetahuan," jawab Abu Nawas.
"Dan apakah tingkatan hati itu?" Tanya si murid lagi.
"Orang pandai dan paham yang melihat bintang di langit, ia akan tetap mengatakan bahwa bintang itu kecil sekalipun ia tahu yang sebenarnya bintang itu besar, sebab baginya tak ada satupun di dunia ini yang lebih besar dari Allah SWT," jawab Abu Nawas sambil tersenyum.
Si murid pun mafhum. Ia lalu mengerti mengapa satu pertanyaan bisa mendatangkan jawaban yang berbeda-beda. Tapi si murid itu bertanya lagi.
"Wahai guruku, mungkinkah manusia itu menipu Tuhan?" tanyanya.
"Mungkin," jawab Abu Nawas santai menerima pertanyaan aneh itu.
"Bagaimana caranya?" tanya si murid lagi.
"Manusia bisa menipu Tuhan dengan merayu-Nya melalui pujian dan doa," ujar Abu Nawas.
"Kalau begitu, ajarilah aku doa itu, wahai guru," ujar si murid antusias.
"Doa itu adalah, "Ialahi lastu lil firdausi ahla, Wala Aqwa alannaril Jahimi, fahabli taubatan waghfir dzunubi, fa innaka ghafiruz dzambil adzimi." (Wahai Tuhanku, aku tidak pantas menjadi penghuni surga, tapi aku tidak kuat menahan panasnya api neraka. Sebab itulah terimalah tobatku dan ampunilah segala dosa-dosaku, sesungguhnya Kau lah Dzat yang mengampuni dosa-dosa besar).
Diposting oleh Okaza on Kamis, 03 Oktober 2013
deodex adalah: aplikasi yang ada di odex dikemas ulang, kode kode dalvik cache nya di kembalikan lagi ke tiap aplikasi, sedangkan di odex kode kode itu terpisah dari aplikasi. DeOdex lebih mudah dalam pengeditan.
Diposting oleh Okaza
Diposting oleh Okaza
Diposting oleh Okaza on Jumat, 06 September 2013
Disunnahkan Membaca Surat Al-Kahfi Setiap Hari Jum'at, Boleh Juga Malam Jum'at..
Diantara Kandungan Surat 18 Al-Kahfi:
- Kisah Ash-habul Kahfi
- Kisah Si Kaya Dan Si Miskin
- Kisah Nabi Musa Dan Nabi Khidlir -Alaihimas Salam
- Kisah Dzul Qornain
- Penjelasan Hakikat Kehidupan Dunia
- Iman Kepada Hari Akhir
- Nasehat-Nasehat
- Dll
"مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّورِ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ."
"Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at, niscaya akan memancar cahaya terang yang menyinari dirinya di antara kedua Jum'at".
(HR. Al-Hakim (2/399), Al-Baihaqi (3/249).
Berkata Ibnu Hajar dalam takhrij Al-Adzkar: "Hadits Hasan".
Beliau juga berkata: "Ini adalah hadis paling kuat tentang keutamaan membaca surat Al-Kahfi".
Lihat "Faidlul Qadir" (6/198).
Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam "Shahih Al Jami' (6470)."
2012 All Rights Reserved Ookasyah Al Hannan.
Blogger by Okazaa